CIANJUR.Besinfo.com- Saat sore menjelang malam dan lampu merah Rawabango mulai dipenuhi kendaraan, di salah satu sudut trotoar yang seharusnya jadi ruang aman bagi pejalan kaki, berdiri sebuah warung kecil. Dari luar tampak biasa, tapi siapa sangka, di balik kantong-kantong plastik hitam yang tersusun rapi itu, tersimpan keresahan warga Karangtengah yang sudah bertahun-tahun mengendap.
Warung itu menjual miras oplosan. Jenisnya ciu, dijual dalam kemasan plastik, ditutup rapat-rapat, seolah menyembunyikan dosa yang perlahan menggerogoti generasi muda. Yang bikin lebih miris, pembelinya bukan orang dewasa. Mayoritas adalah anak-anak berseragam sekolah SMP dan SMA datang naik motor, memborong puluhan bungkus miras layaknya membeli jajanan sore.
“Sering saya lihat anak-anak remaja berhenti di situ, beli miras. Ada yang bawa plastik hitam gede. Isinya ciu semua,” kata seorang warga yang memilih tak menyebutkan namanya, Rabu 23 April 2025.
Ia sudah lama memperhatikan aktivitas di warung tersebut. Keluhan itu bukan satu dua kali terdengar. Namun seolah selalu tenggelam di tengah rutinitas birokrasi. Penjualnya tetap berdiri di atas trotoar, tak peduli aturan, tak gentar operasi.
“Yang jual juga bukan orang sini. Sudah sering dirazia, tapi balik lagi. Ngeyel,” tambahnya.
Kepala Bidang Ketertiban Umum Satpol PP Cianjur H.R Yanto membenarkan, temuan warga. Bahkan ia mengungkap, pihaknya sudah dua kali menyegel lokasi tersebut.
“Penjual itu sudah jelas melanggar. Bukan hanya soal miras, tapi juga soal tempat. Dia berdagang di trotoar. Kami sudah dua kali operasi, waktu itu kami amankan ciu dan roso-roso,” kata dia.
Menurut Yanto, karena harga miras oplosan yang murah, anak-anak menjadi sasaran empuk. “Kalau minuman mahal, anak-anak gak mungkin beli. Tapi ciu itu murah, makanya laris.”
Satpol PP, katanya, akan kembali turun bersama TNI, Polri, dan Kejaksaan. Penindakan tak hanya akan bersifat persuasif, tapi juga administratif. “Kalau tetap ngeyel, kita akan keluarkan SP1. Kalau perlu, ditindak secara hukum.”
Namun, pertanyaannya tetap menggantung: sampai kapan ruang publik seperti trotoar terus dirampas untuk kepentingan ilegal? Dan sampai kapan anak-anak sekolah dibiarkan menjadi korban?
Warga Karangtengah sudah bicara. Kini giliran aparat yang menjawabnya dengan tindakan.(Awr)