Cianjur – Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Cianjur, menyebut kekerasan terhadap perempuan dan anak di kota tatar santri masih tinggi. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pun meminta Pemkab bentuk tim khusus untuk tangani kasus tersebut.
Ketua Harian P2TP2A Cianjur, Lidya Umar, mengatakan, selama 4 bulan dari periode Januari hingga 21 April 2022 ada 7 kasus kekerasa terhadap perempuan dan anak di bawah umur.
Namun 4 bulan berikutnya terhitung dari Mei hingga Agustus 2022 jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat lebih dari 2 kali lipat.
“Kasus kekerasan yang masuk ke P2TP2A dari Januari sampai April ada 7 kasus. Tapi dari Mei sampai Agustus sekarang meningkat jadi 22 kasus,” ujarnya, Senin (29/8).
Dia menjelaskan, dari jumlah tersebut rata-rata kasus yang terjadi diantaranya Kekerasan fisik/psikis, bullying, cabul, KDRT, kekerasan melalui media sosial, dan penjualan orang atau trafficking.
“Sebagian besar pelakunya dikenal dekat oleh korban seperti pacar, ayah tiri sampai ada yang ayah kandung. Korban rata-rata di bawah umur dan mudah diperdaya pelaku karena sudah kenal dan dekat,” kata dia.
Lidya mengungkapkan, untuk saat ini pihaknya banyak mendampingi keluarga dan korban, agar tidak takut atau malu melaporkan diri guna memberi efek jera terhadap pelaku yang sebagian besar melakukan aksinya berulang-ulang dengan ancaman.
“Kami akan terus memberikan pendampingan terhadap korban agar tidak trauma berlarut-larut, termasuk memberikan pendampingan kejiwaan,” katanya.
Menanggapi hal itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Cianjur, juga menilai dengan maraknya kasus yang menimpa anak di Cianjur, membuat Cianjur belum layak disebut kota/kabupaten layak anak, meski memiliki Perda nomor 5 tahun 2021 tentang Kabupaten Layak Anak.
“Pemkab seharusnya segera menerapkan Perda secara langsung dan utuh sesuai dengan tujuannya, bukan hanya tercatat diatas kerta, namun di lapangan tidak dipergunakan,” kata Komisioner KPAI Cianjur, Ai Maryati.
Pihaknya meminta pemkab segera membentuk tim khusus dan daerah percontohan untuk daerah layak anak, berikut fasilitas penunjang, mulai dari fasilitas umum, pendidikan, informasi, internet, dan lainnya dapat disediakan sesuai kebutuhan anak.
“Cianjur belum menjadi daerah layak anak meski sudah memiliki perda namun anak di bawah umur masih rentan menjadi objek kekerasan, terutama kekerasan seksual. Ini harus menjadi tugas bersama untuk menekan angka kekerasan itu,” tegasnya.(tr)