Cianjur – Kabupaten Cianjur mendapatkan peringkat kedua angka pernikahan anak terbanyak di Jawa Barat setelah sebelumnya berada di peringkat pertama.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), saat menduduki peringkat pertama di tahun 2019 persentase pernikahan anak di Cianjur mencapai 80 persen, namun sekarang angkanya menurun menjadi 48,6 persen.
Kepala Bidang Pemberdayaan Perlindungan Perempuan, Tenty Maryanthy, mengatakan, penurunan angka kasus pernikahan anak terjadi dengan seiring diterapkannya Peraturan Bupati 38 tahun 2021 Tentang Pencegahan Kawin Kontrak
“Ternyata peraturan tersebut memberi efek, lalu upaya kami juga membentuk satgas pencegahan perkawinan usia anak,” ujarnya, Jumat (5/8).
Dia mengklaim, peraturan soal larangan kawin kontrak dinilai efektif di mana masyarakat mulai mengetahui terkait dampak buruk perkawinan usia dini.
Menurutnya, jumlah angka usia perkawinan anak di Kabupaten Cianjur, didominasi dari wilayah selatan.
“Faktornya beragam dari tingkat pendidikan, desakan orang tua, ekonomi, lainnya budaya di daerah yang masih berpendapat bahwa perempuan nantinya diam di rumah dan di dapur,” kata dia.
Dia menyampaikan, perkawinan anak juga memiliki efek dominan terhadap angka stunting dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang rendah.
“Pernikahan usia anak, alat reproduksi belum maksimal sehingga rawan bayi lahir dengan berat badan rendah, juga rawan kematian bayi dan orang tua,” tuturnya.
Dari segi mental, lanjut dia, usia anak masih belum memiliki mental kuat dalam menghadapi permasalahan setelah pernikahan.
“Mereka masih butuh pertolongan, mereka belum cukup pengetahuan, mengurus bayi memberi asupan gizi, sehingga perkawinan usia anak rentan perceraian,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Umum Forum Anak Kabupaten Cianjur, Grestine Dwipanya (17) mengungkapkan, pihaknya gencar melakukan sosialisasi untuk mencegah perkawinan anak.
“Sebagai Forum yang dibentuk pemerintah kami ikut sosialisasi pencegahan pernikahan usia anak agar tercipta zero kawin anak dan zero kawin kontrak,”uacpa dia
Maka dari itu, pihaknya bekerjasama dengan Rumah Kitab, sebuah yayasan yang konsen di bidang pencegahan kawin anak di Cianjur.
“Kita juga sudah kedatangan perwakilan dari Universitas Oslo Norwegia lalu berdiskusi tentang perkawinan usia anak. Selain itu setiap ada kegiatan webinar kita selalu menyelipkan isu kawin kontrak dan kawin anak,” jelasnya.
Dia mengaku, Forum Anak Cianjur pun sempat studi ke Kecamatan Sukanagara, Campaka, dan Campaka Mulya. Studi dilakukan guna mendengarkan langsung curhatan masyarakat yang telah melakukan perkawinan usia anak.
“Menurut undang-undang memang usia 19 tahun, tapi idealnya perempuan itu menikah minimal usia 21 tahun dan pria 25 tahun. Pernikahan usia anak merupakan bentuk kekerasan terhadap anak,” pungkasnya. (tr)